Demi waktu.
“ maafkan aku Si! Aku sudah menduakan cintamu. Berat rasanya hatiku buat
ninggalin dia. Tapi, aku juga nggak bisa ninggalin kamu…”
Sisi terdiam. Airmatanya menetes perlahan.
“ kalau saja waktu itu aku nggak berjumpa dirinya…tapi aku nggak boleh
kayak gini. Aku harus bisa ngambil sebuah keputusan supaya nggak nyakitin kita
semua. Aku, kamu, dan dia…”
Desir angin menerpa keheningan antara mereka berdua.
“ sebaiknya…kita putus aja ya, Si”.
Sisi sudah tak sanggup lagi berkata-kata.
“ selamat tinggal Sisi…” ucapnya seraya mengecup kening Sisi
lembut.
Sisi hanya menatap kosong kepergian Andre. Kepergian Andre
dari sana dan dari hatinya.
* * *
Akhiri ini dengan indah.
“ halo,”
“ ya, halo…”
“ Ndre…aku nggak bisa…” isak Sisi diseberang sana.
“ kamu harus bisa, Si! Ketika selamanya pun harus berakhir,
aku ingin mengakhiri semua ini dengan indah…kamu harus merelakan setiap
kepingan waktu dan kenangan tentang kita berdua. Aku yakin kamu pasti akan
menemukan orang yang jauh lebih baik dari aku…”.
klik. Telepon ditutup.
* * *
Aku patut membenci dia.
Srek…srek…srek.
Sobekan kertas-kertas surat bertebaran di lantai kamar Sisi.
“ Mungkin aku memang patut membenci dia karena mencintaimu
Ndre…jujur… aku nggak rela dia curi hatimu…”
Srek…srek…srek.
“ kenapa?!!! Aku yang lebih dulu jadi kekasihmu. Ndre… Dan
dengan sunggguh mencintaimu! Aku nggak ingin dia menggantikan aku, karena aku
tahu bahwa aku lebih baik dari dia…”
Suara tangis Sisi pecah, memenuhi seluruh penjuru kamarnya.
Rasa sakit yang dia derita sungguh sangat perih. Andre, pria yang sudah dua
tahun ini menjadi kekasihnya, pergi begitu saja dan mencampakkannya.
* * *
Akhir
cerita cinta.
Dear diary,
Sandiwarakah selama ini aku bersamanya?
Setelah sekian lama kami tlah bersama.
Inikah akhir cerita cinta, yang selalu
aku banggakan didepan teman-temanku?
Kini harus aku lewati sepi hariku tanpa
dirimu lagi. Kamu benar. Aku harus berjuang untuk melupakanmu. Please Ndre…
bantu aku untuk membencimu, karena aku terlalu mencintaimu…
* * *
Bukan
diriku.
Hari ke-28 setelah kejadian itu.
Senja itu, cuaca mendung. Sisi terdiam didepan jendela
kamarnya. Menatap setiap kilatan petir
yang menyambar langit Bandung.
“ hhh…walau aku masih mencintaimu, aku harus meninggalkanmu
dan aku harus melupakanmu. Meski, hatiku menyayangimu dan nurani membutuhkanmu,
aku tetap harus merelakanmu…thanks
Ndre, buat segalanya…”
Sisi pun lalu memutuskan untuk menemui sang dewa impian yang
akan membawanya ke negeri awan.
* * *
Ternyata.
Keesokkan paginya. Di sekolah.
“ selamat pagi Sisi…” sapa Gilang ramah, seperti biasanya.
“ Pagi juga Gilang…” sahut Sisi sambil tersenyum manis.
“ Si, kamu sudah nggak apa-apa kan?” tanyanya lagi.
“ he-eh,” Sisi menggerak-gerakkan kedua bola matanya jenaka
sambil membetulkan letak kuncirannya.
“ kamu yakin?”
“ yup! Absolutely. Ternyata tanpa dia, langit masih
biru kok!Ternyata tanpa dia, bunga-bunga juga nggak layu. Ternyata, dunia nggak
berhenti berputar walau dia bukan milikku lagi! Betul nggak Gil?”
“ ini Sisi yang aku kenal…” seru Gilang seraya merangkul
sahabatnya itu. “ kita ke kantin yuk!”
“ yuk!!!” sahut Sisi bersemangat.
Putus bukan berarti akhir dari segalanya.
Putus merupakan awal dimana kita menjalani kisah cinta yang baru bersama orang
lain yang jauh lebih baik dari kekasih kita sebelumnya. Jadi, jangan menyerah
untuk mencoba menemukan cinta sejati. Semangat!
* * *
Inginku bukan hanya jadi temanmu.
Keindahan malam menyelimuti kamar Gilang. Namun, itu semua
tidak dapat mengobati kegundahan hatinya yang kian menjadi.
“ inginku bukan hanya jadi temanmu atau sekedar sahabatmu
saja Si! Yang Cuma rajin dengar ceritamu! Aku ingin kamu mencintaiku. Sadarkah
kamu, sering kamu kesalkan aku, bila kamu masih saja menyebut namanya…”
Buk! Meja belajar dihadapan Gilang bergetar. Kedua tangannya
mengepal.
“ Biarkan aku untuk jadi kekasihmu, Si! Karena aku nggak
percaya ungkapan cinta itu tak harus memiliki. Itu hanya sebuah ungkapan untuk
mengobati orang-orang yang patah hati. Aku akan membuatmu menyukaiku Sisi.
Bersiaplah menunggu kedatanganku dihatimu!” tekad Gilang sepenuh hati.
* * *
Dari hati.
Sisi asyik sekali bercerita dengan teman-temannya sampai dia
tidak menyadari ada seseorang yang sedang menatapnya sambil tersenyum.
Andai kamu tahu Si…bila menjadi aku, sejuta rasa dihati.
Lama tlah kupendam, tapi akan kucoba mengatakan…bahwa
kuingin kamu menjadi milikku, entah bagaimana caranya. Lihatlah mataku untuk
memintamu… Kuingin jalani bersamamu. Coba dengan sepenuh hati. Kuingin jujur
apa adanya…dari hatiku Si…
“ hwoi!!! Ngelamun aja Gil…” seru Isan membuyarkan lamunan
Gilang.
“ sialan! Kaget tau!”
Gilang mengusap-usap pundaknya yang baru saja
dipukul Isan.
“ habis… kamu ngelamun aja sih… eh, emang kamu ngelamunin
apa sih?” Isan merapatkan tubuhnya sambil tersenyum jahil. “ ngelonjor ya?”
“ hah? Apaan tuh?”
“ Ngelamun jorok! Hehehe…”
Pletuk!
“ adaw! Sakit tau!”
Isan mengusap kepalanya yang dijitak Gilang.
“ mangkanya jangan ngomong yang aneh-aneh… rasain tuh!” ucap
Gilang sambil beranjak pergi meninggalkan kelas.
“ eh, Gil! Tungguin aku…”
* * *
Laguku.
Tililit…tililit…tililit.
Cetrek.
“ halo…”
“ halo, Sisi ya…”
“ eh, Gilang, ada apa?”
“ Si, kamu lagi sibuk nggak?”
“ nggak. Emang kenapa?”
“ hm… aku pengen kamu dengerin sesuatu…”
“ denger apa?”
“ bentar ya, aku ambil gitar dulu…”
Sisi menunggu selama lima belas detik.
“ kamu masih disitu Si?”
“ he-eh…”
“ bagus. Dengerin ya… Mungkinkah kau tahu, rasa cinta yang
kini membara… yang masih tersimpan, dalam lubuk jiwa. Inginku nyatakan lewat
kata yang mesra untukmu. Namun, ku tak kuasa untuk melakukannya… Mungkin hanya
lewat lagu ini akan kunyatakan rasa, cintaku padamu, rinduku padamu, tak
bertepi… Mungkin hanya sebuah lagu ini yang selalu akan kunyanyikan, sebagai
tanda betapa aku inginkan kamu…”
Suara denting gitar berhenti.
“ gimana Si?”
“ itu lagunya Ungu ya?”
“ iya. Trus gimana?”
“ bagus,” komentar
Sisi singkat.
“ gitu aja?” tanya
Gilang kecewa.
“ hm…iya. Gilang kan dari dulu emang sudah jago maen
gitarnya…”
“ oh, gitu ya. Ya sudah deh, Si, sorry dah ngeganggu…” ucap Gilang dengan nada kecewa. Dia hampir
saja mau menutup teleponnya.
“ eh, eh, Gilang… jangan marah… Sisi kan Cuma bercanda…”
seru Sisi sambil tertawa renyah.
Gilang masih terdiam diseberang sana.
“ kita ketemu di
tempat biasa jam 4 sore ya! Bye Gilang…”
klik. Telepon pun ditutup. Tapi, Gilang masih terdiam
meskipun nada tut-tut-tut sudah lama terdengar ditelinganya.
Beberapa detik kemudian, sebuah senyuman lebar menghiasi
wajahnya.
* * *
Tanpa lagu.
Singkat kata, Sisi dan Gilang sudah jadian. Tanggal 6 bulan
6 di tahun keenam 2000 masehi.
Kehidupan Sisi yang sempat kelabu karena dicampakkan oleh
Andre, segera berubah drastis. Gilang
begitu menyayanginya sepenuh hati, begitu juga dengan Sisi. Meskipun mereka
memiliki banyak perbedaan satu sama lain, tapi justru hal itulah yang membuat
mereka saling melengkapi.
Pacaran bukanlah proses untuk mencari kesamaan, melainkan proses dimana
kita dan pasangan kita dituntut untuk dapat mengatasi segala perbedaan. Manusia
tidak diciptakan sempurna. Untuk itulah kita dipaksa untuk dapat saling
mengerti, saling memahami, dan saling menjaga perasaan satu sama lain.
* * *
Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki.
“ selamat ulang tahun, kami ucapkan… selamat panjang umur kita
kan doakan… selamat sejahtera, sehat sentosa…
selamat panjang umur dan bahagia… Happy Birthday Sisi!!!” sorak seluruh
teman-teman Sisi.
Lalu Sisi pun meniup lilin ulang tahunnya yang berjumlah
delapan belas batang. Kue tart dipotong. Potongan pertama diserahkan Sisi
kepada kedua orang tuanya, potongan selanjutnya Sisi suapkan kepada sang
kekasih tercinta, Gilang. Kontan saja semua orang diruangan itu menyoraki
mereka.
Sisi pun sibuk memotong-motong kue serta membagikannya
kepada seluruh orang yang hadir di pestanya.
Sementara itu, Gilang mengawasi Sisi dari tempat duduknya.
Seulas senyuman tak henti menghiasi wajahnya yang berbinar bahagia.
Melihat tawamu… mendengar senandungmu…
terlihat jelas dimataku, warna-warna
indahmu… menatap langkahmu… meratapi kisah hidupmu… terlihat jelas bahwa hatimu…
Anugerah terindah yang pernah kumiliki…
* * *
No comments:
Post a Comment